Dasar Pemikiran
Islam,
pada zaman abad pertenganhan sudah mulai meramaikan dunia filsafat. Banyak bermunculan
para filosof muslim saat itu. Salah satunya adalah Al-Kindi. Beliau hidup pada masa pemerintahan Daulah Bani ‘Abbasiyah. Suatu
periode kehidupan politik dan intelektual yang paling cemerlang. Dalam teori
filsafatnya, secara umum beliau memiliki keahlian dalam sejumlah bahasa
termasuk penerjemah bahasa Yunani, ahli kedokteran, astronomi, matematika,
filsafat dan pengembangan psikologi. Dalam hal ini kita akan membahas teori psikologi
Al-Kindi. Menurut sejarah, teori psikologi al-kindi turut serta dalam
perkembangan ilmu psikologi dunia barat. Seperti apa dan Bagaimana pemikirannya
tentang psikologi oleh Al-Kindi?
Riwayat Al-Kindi
Al Kindi Lahir 185 Hijriah/801
Masehi. Beliau memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Lahir
di Kufah, Irak. Al-Kindi hidup pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Beliau anak seorang gubernur di Kufah pada masa kekhilafahan Abbasiyah, sejak
dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842),
al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861)[1]. Dalam
kurun waktu pemerintahan Abbasiyah, beliau mulai berkembang. Secara umum beliau
memiliki keahlian dalam sejumlah bahasa termasuk penerjemah bahasa Yunani, ahli
kedokteran, astronomi, matematika, filsafat dan pengembangan psikologi.
Al-Kindi mempunyai
watak yang mulia. Berprilaku laksana seorang yang bermartabat, berpengabdian,
dan tulus ikhlas. Beliau dipandang sebagai seorang filsof bangsa Arab yang
pertama. Hal ini karena ia filsuf Muslim pertama yang sangat cinta kearifan lokal.
Beliau juga dikenal karena metode, sikap dan penjajagannya pada bidang-bidang
penyelidikan yang baru. Beliau menjembatani kesenjangan antara
pendekatan-pendekatan intelektual setengah hati dengan disiplin filsafat yang
keras dari rekan-rekan Muslim sezamannya[2].
Cara
yang paling tepat untuk memulai tinjauan kita tentang psikologi Al-Kindi adalah
dengan terlebih dahulu menjajagai konsepnya mengenai filsafat. Sebagai perintis
filsafat murni dalam dunia Muslim, Al-Kindi memberi daftar definisi-definisi
umum filsafat sebelum zamannya dan juga selama abad pertengahan. Dalam
karangannya tentang Definisi Benda-benda
dan Uraiannya, beliau mencatat enam buah definisi yang mewakili
cendekiawan-cendekiawan zamannya.
Dari
keenam rangkaian definisi tersebut, Al-Kindi lebih menekankan bahwa ide
filsafat sebagai suatau praktek kebajikan. Menurutnya, filosof ialah yang hidup
dengan benar, mencari kebenaran dan menepati kebenaran tersebut. Filsafat yang
sempurna tidak hanya sekedar pengetahua tentang kebenaran. Disamping
itu,filsafat adalah perwujudan kebenaran dalam perbuatan. Kearifan yang
sesungguhnya adalah memadukan pencarian kearifan itu dengan pelaksanaan[3]. Teori
ini berkaitan dengan psikologi Al-Kindi. Dalam salah satu tulisannya Tentang Akal Budi jika dikaitkan dengan pernyataan diatas sangat
sinkronisasi.
Teori Psikolgi Al-Kindi
Al-Kindi,
pandangannya tentang psikologi lebih mengarah pada Plato daripada Aristoteles. Tulisannya
cenderung mengikuti aliran neo-platonisme dan platonisme. Hal ini dibuktikan
oleh Al-Kindi melalui definisi, fungsi-fungsi dan kapasitas-kapasitas jiwa yang
dipahaminya. Walaupun menyimpang jauh dari ajaran psikologi Aristoteles,
filosof dari Arabia ini mencoba merujukkan pandangan Plato dan Aristoteles. Hal
itu terdapat dalam tulisan singkatnya yang berjudul, Suatu Risalah Tentang Jiwa. Tetapi
nada dari tulisannya yang bersifat jiwa bersifat Platonis[4].
Menurutnya, jiwa adalah tunggal dan
tidak tersusun. “Jiwa dalah tunggal dan bersifat sempurna dan mulia”. Substansinya
adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. AL-Kindi juga mengatakan, bahwa
hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi
berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan
kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan
dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam
akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat
melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor,
ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya
hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan
cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang
berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari
cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan,
jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya
Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Dengan mengikuti Plato, Al-Kindi
membagi jiwa menjadi tiga daya:
1. jiwa yang bernafsu syahwat (al-quwwah
asy-syahwāniyyah)
2. jiwa yang bernafsu amarah (al-quwwah
al-ghadhabiyyah)
3. jiwa yang berakal-budi (al-quwwah
al-‘āqliyah)
Ketiga daya jiwa tersebut oleh
Al-Kindi dimaksudkan seperti berikut, Nafsu syahwat digambarkan sebagai
hasrat-hasrat seksual dan diperbandingkan dengan seekor babi. Nafsu amarah
adalah apa yang kalau bergerak pada manusia membuatnya melakuakan dosa-dosa
besa, ini dipersamakan dengan kemarahan dan diprbandingkan dengan seekor
anjing. Sedangkan kemampuan akal-budi adalah akal pikiran manusia. Akal-budi
merupakan suatu esensi sederhana yang dapat mengetahui realitas-realitas
sebenarnya dari pada benda-benda. Ada empat jenis akal-budi: 1) Akal-budi aktif,
2) Akal-budi dalam potesialitas, 3) Akal-budi perolehan, dan 4) Akal-budi sekunder[5].
Mengenai subyek ini, kita dapat mengatakan bahwa Al-Kindi telah meletakkan
suatu pola dasar bagi filosof-filosof Muslim dikemudian hari dengan
memperkenalkan akal-budi keempat tesebut dan membangun dasar-dasar teori
abstraksi.
[1] Atiyeh, George N, 1965, Al-Kindi
(Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:1.
[2] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi
(Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:9.
[3] Atiyeh, George N., 1965,
Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:19.
[4] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi
(Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:93.
[5] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi
(Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:105-109.