Senin, 17 Juni 2013

PSIKOLOGI AL-KINDI


Dasar Pemikiran

Islam, pada zaman abad pertenganhan sudah mulai meramaikan dunia filsafat. Banyak bermunculan para filosof muslim saat itu. Salah satunya adalah Al-Kindi. Beliau hidup pada masa pemerintahan Daulah Bani ‘Abbasiyah. Suatu periode kehidupan politik dan intelektual yang paling cemerlang. Dalam teori filsafatnya, secara umum beliau memiliki keahlian dalam sejumlah bahasa termasuk penerjemah bahasa Yunani, ahli kedokteran, astronomi, matematika, filsafat dan pengembangan psikologi. Dalam hal ini kita akan membahas teori psikologi Al-Kindi. Menurut sejarah, teori psikologi al-kindi turut serta dalam perkembangan ilmu psikologi dunia barat. Seperti apa dan Bagaimana pemikirannya tentang psikologi oleh Al-Kindi?
Riwayat Al-Kindi
Al Kindi Lahir 185 Hijriah/801 Masehi. Beliau memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Lahir di Kufah, Irak. Al-Kindi hidup pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah. Beliau anak seorang gubernur di Kufah pada masa kekhilafahan Abbasiyah, sejak dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861)[1]. Dalam kurun waktu pemerintahan Abbasiyah, beliau mulai berkembang. Secara umum beliau memiliki keahlian dalam sejumlah bahasa termasuk penerjemah bahasa Yunani, ahli kedokteran, astronomi, matematika, filsafat dan pengembangan psikologi.
Al-Kindi mempunyai watak yang mulia. Berprilaku laksana seorang yang bermartabat, berpengabdian, dan tulus ikhlas. Beliau dipandang sebagai seorang filsof bangsa Arab yang pertama. Hal ini karena ia filsuf Muslim pertama yang sangat cinta kearifan lokal. Beliau juga dikenal karena metode, sikap dan penjajagannya pada bidang-bidang penyelidikan yang baru. Beliau menjembatani kesenjangan antara pendekatan-pendekatan intelektual setengah hati dengan disiplin filsafat yang keras dari rekan-rekan Muslim sezamannya[2].
Cara yang paling tepat untuk memulai tinjauan kita tentang psikologi Al-Kindi adalah dengan terlebih dahulu menjajagai konsepnya mengenai filsafat. Sebagai perintis filsafat murni dalam dunia Muslim, Al-Kindi memberi daftar definisi-definisi umum filsafat sebelum zamannya dan juga selama abad pertengahan. Dalam karangannya tentang Definisi Benda-benda dan Uraiannya, beliau mencatat enam buah definisi yang mewakili cendekiawan-cendekiawan zamannya.
Dari keenam rangkaian definisi tersebut, Al-Kindi lebih menekankan bahwa ide filsafat sebagai suatau praktek kebajikan. Menurutnya, filosof ialah yang hidup dengan benar, mencari kebenaran dan menepati kebenaran tersebut. Filsafat yang sempurna tidak hanya sekedar pengetahua tentang kebenaran. Disamping itu,filsafat adalah perwujudan kebenaran dalam perbuatan. Kearifan yang sesungguhnya adalah memadukan pencarian kearifan itu dengan pelaksanaan[3]. Teori ini berkaitan dengan psikologi Al-Kindi. Dalam salah satu tulisannya Tentang Akal Budi  jika dikaitkan dengan pernyataan diatas sangat sinkronisasi.
Teori Psikolgi Al-Kindi
Al-Kindi, pandangannya tentang psikologi lebih mengarah pada Plato daripada Aristoteles. Tulisannya cenderung mengikuti aliran neo-platonisme dan platonisme. Hal ini dibuktikan oleh Al-Kindi melalui definisi, fungsi-fungsi dan kapasitas-kapasitas jiwa yang dipahaminya. Walaupun menyimpang jauh dari ajaran psikologi Aristoteles, filosof dari Arabia ini mencoba merujukkan pandangan Plato dan Aristoteles. Hal itu terdapat dalam tulisan singkatnya yang berjudul, Suatu Risalah Tentang Jiwa.  Tetapi nada dari tulisannya yang bersifat jiwa bersifat Platonis[4].
Menurutnya, jiwa adalah tunggal dan tidak tersusun. “Jiwa dalah tunggal dan bersifat sempurna dan mulia”. Substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. AL-Kindi juga mengatakan, bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Dengan mengikuti Plato, Al-Kindi membagi jiwa menjadi tiga daya:
1.      jiwa yang bernafsu syahwat (al-quwwah asy-syahwāniyyah)
2.      jiwa yang bernafsu amarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah)
3.      jiwa yang berakal-budi (al-quwwah al-‘āqliyah)
Ketiga daya jiwa tersebut oleh Al-Kindi dimaksudkan seperti berikut, Nafsu syahwat digambarkan sebagai hasrat-hasrat seksual dan diperbandingkan dengan seekor babi. Nafsu amarah adalah apa yang kalau bergerak pada manusia membuatnya melakuakan dosa-dosa besa, ini dipersamakan dengan kemarahan dan diprbandingkan dengan seekor anjing. Sedangkan kemampuan akal-budi adalah akal pikiran manusia. Akal-budi merupakan suatu esensi sederhana yang dapat mengetahui realitas-realitas sebenarnya dari pada benda-benda. Ada empat jenis akal-budi: 1) Akal-budi aktif, 2) Akal-budi dalam potesialitas, 3) Akal-budi perolehan, dan 4) Akal-budi sekunder[5]. Mengenai subyek ini, kita dapat mengatakan bahwa Al-Kindi telah meletakkan suatu pola dasar bagi filosof-filosof Muslim dikemudian hari dengan memperkenalkan akal-budi keempat tesebut dan membangun dasar-dasar teori abstraksi.



[1] Atiyeh, George N, 1965, Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:1.
[2] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:9.
[3] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:19.
[4] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:93.
[5] Atiyeh, George N., 1965, Al-Kindi (Tokoh Filosof Muslim), Bandung: Pustaka, Hal:105-109.